
Anton, S.Pd.,M.Pd, M.Hum.
Kepala SMP Negeri 8 Purwokerto
Bagian Kurikulum dan Kesiswaan MKKS SMP Kabupaten Banyumas
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana memperkenalkan mata pelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) sebagai mata pelajaran pilihan pada kurikulum sekolah dasar dan menengah mulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan misi Asta Cita pemerintahan untuk memperkuat sumber daya manusia di bidang teknologi. Namun, implementasi mata pelajaran coding di Sekolah Menengah Pertama (SMP) menghadapi sejumlah tantangan, termasuk kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, dan kesiapan kurikulum. Artikel ini menganalisis kesiapan SMP di Indonesia dalam menyambut mata pelajaran coding, dengan mempertimbangkan aspek infrastruktur teknologi, pelatihan guru, dan dukungan kebijakan pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan data sekunder dari laporan pemerintah, artikel berita, dan studi terkait.
Pendahuluan
Di era digital yang berkembang pesat, literasi digital dan keterampilan pemrograman (coding) menjadi kebutuhan fundamental untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi pasar kerja global yang didominasi oleh otomatisasi dan kecerdasan buatan. Menurut laporan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum, kemajuan teknologi, khususnya dalam AI generatif, telah merevolusi berbagai sektor industri, menuntut tenaga kerja yang terampil dalam coding dan teknologi terkait. Di Indonesia, ekonomi digital diproyeksikan mencapai nilai 130 miliar dolar AS pada tahun 2025, namun kesenjangan keterampilan digital masih menjadi tantangan utama.
Kemendikdasmen telah menetapkan rencana untuk mengintegrasikan mata pelajaran coding sebagai bagian dari kurikulum pilihan di SMP mulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan ini merupakan bagian dari misi Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuning Raka, khususnya poin keempat yang menekankan penguatan sumber daya manusia di bidang sains dan teknologi. Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan kesiapan infrastruktur, tenaga pengajar, dan kurikulum yang memadai. Artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan SMP di Indonesia dalam menyambut mata pelajaran coding, dengan fokus pada tantangan dan strategi yang diperlukan untuk keberhasilan implementasi.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis data sekunder yang bersumber dari dokumen resmi pemerintah, laporan media, dan studi terkait seperti 2024 Global Skills Report oleh Coursera dan Future of Jobs Report 2025 oleh World Economic Forum. Data dianalisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor kesiapan SMP, termasuk infrastruktur teknologi, kompetensi guru, dan dukungan kebijakan. Analisis juga mempertimbangkan perbandingan dengan negara-negara lain di Asia yang telah mengintegrasikan coding dalam kurikulum pendidikan menengah.
Hasil dan Pembahasan
1. Kesiapan Infrastruktur Teknologi
Implementasi mata pelajaran coding memerlukan infrastruktur teknologi yang memadai, seperti perangkat komputer, akses internet stabil, dan perangkat lunak pendukung. Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mata pelajaran coding hanya akan diberlakukan di sekolah-sekolah yang memiliki sarana memadai, mengingat tidak semua SMP di Indonesia memiliki akses ke teknologi canggih. Data dari VOA Indonesia (2022) menunjukkan bahwa Kemendikbudristek telah mendistribusikan satu juta perangkat TIK ke lebih dari 70.000 sekolah antara tahun 2020-2022. Namun, distribusi ini belum merata, terutama di daerah terpencil yang masih menghadapi keterbatasan akses internet dan listrik.
Tantangan utama adalah kesenjangan digital antar wilayah. Sekolah-sekolah di perkotaan seperti Jakarta dan Surabaya cenderung memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan sekolah di daerah pedesaan atau kepulauan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk penyediaan perangkat dan infrastruktur internet, serta memastikan pemeliharaan fasilitas yang berkelanjutan.
2. Kompetensi Guru
Keberhasilan pengajaran coding bergantung pada kesiapan guru. Banyak guru SMP saat ini tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknologi informasi atau pemrograman. Menurut Abdul Mu’ti, Kemendikdasmen masih mempelajari model pembelajaran dari sekolah-sekolah yang telah menerapkan coding. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan guru menjadi kebutuhan mendesak. Program pelatihan harus mencakup pengenalan dasar pemrograman, penggunaan platform coding seperti Scratch atau Python, serta strategi pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SMP.
Negara-negara seperti Singapura dan Korea Selatan telah berhasil mengintegrasikan coding dalam kurikulum mereka melalui pelatihan guru yang intensif dan berkelanjutan (intensive and continuous teacher training). Indonesia dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan menyediakan pelatihan daring dan luring, serta bekerja sama dengan universitas atau industri teknologi untuk meningkatkan kapasitas guru.
3. Penyesuaian Kurikulum
Penambahan mata pelajaran coding sebagai mata pelajaran pilihan menimbulkan tantangan dalam penyesuaian kurikulum. Kurikulum SMP saat ini sudah padat, dan penambahan mata pelajaran baru berpotensi meningkatkan beban belajar siswa. Untuk mengatasi hal ini, Kemendikdasmen perlu merancang modul coding yang fleksibel, misalnya dengan mengintegrasikan coding ke dalam mata pelajaran lain seperti Informatika, Matematika atau Sains untuk melatih pemikiran logis dan pemecahan masalah.
Selain itu, kurikulum harus mempertimbangkan aspek etika digital, seperti penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dan kesadaran akan privasi data. Hal ini penting untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan teknologi oleh siswa, siswa harus diberi pedoman penggunaan teknologi, tanpa pedoman yang jelas, siswa berpotensi menyalahgunakan AI untuk tujuan yang tidak etis.
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah telah menunjukkan komitmen melalui alokasi anggaran untuk program digitalisasi pendidikan, termasuk subsidi pelatihan guru sebelum implementasi beberapa guru telah dilatih coding dan pembelian perangkat teknologi. Namun, belum adanya solusi konkret terkait dukungan fasilitas teknologi, seperti yang diakui oleh Abdul Mu’ti, menjadi hambatan. Untuk mendukung implementasi, pemerintah perlu merumuskan regulasi yang jelas terkait standar infrastruktur dan kurikulum, serta melibatkan sektor swasta dalam penyediaan teknologi dan pelatihan.
5. Manfaat dan Tantangan
Pengintegrasian coding dalam kurikulum SMP memiliki potensi untuk meningkatkan daya saing siswa di pasar kerja global, mendorong inovasi lokal, dan menjembatani kesenjangan digital. Namun, tantangan seperti keterbatasan sumber daya, beban kurikulum, dan risiko ketergantungan teknologi perlu diatasi melalui perencanaan yang matang. Dengan aksi kegiatan yang tepat, kebijakan ini dapat menjadi langkah strategis menuju Indonesia Emas 2045.
Kesimpulan
Kesiapan SMP di Indonesia untuk menyambut mata pelajaran coding pada tahun ajaran 2025/2026 masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur teknologi, kurangnya kompetensi guru, dan beban kurikulum. Namun, dengan dukungan kebijakan pemerintah, pelatihan guru yang intensif, dan alokasi anggaran yang tepat, kebijakan ini berpotensi meningkatkan literasi digital dan daya saing generasi muda Indonesia. Disarankan agar pemerintah fokus pada pemerataan infrastruktur, pengembangan kapasitas guru, dan penyusunan kurikulum yang fleksibel untuk memastikan keberhasilan implementasi mata pelajaran coding.
Daftar Pustaka
- Coursera. (2024). 2024 Global Skills Report.
- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2025). Dokumen Kebijakan Mata Pelajaran Coding dan AI.
- VOA Indonesia. (2022). Kemendikbudristek Salurkan 1 Juta Perangkat TIK untuk Digitalisasi Pendidikan. Diakses dari VOA Indonesia.
- World Economic Forum. (2025). Future of Jobs Report 2025: Insight Report January 2025.